Kursi Kantor dan peralatan kantor dalam kondisi bekas atau yang lazim dikenal dengan isilah second di Jakarta makin diminati seiring melambungnya harga kebutuhan. Sebagian besar konsumen berasal dari perkantoran swasta, terutama berskala kecil yang ingin menekan biaya keuangan mereka.
Beberapa pedagang kursi dan peralatan kantor bekas di Jalan Dr Saharjo, Manggarai, Jakarta Selatan, membenarkan terjadi peningkatan penjualan sejak kenaikan harga bahan bakar minyak. Mereka juga mengakui bahwa kursi yang dijual oleh perusahaan tidak kalah banyak.
”
Helmi mengakui, konsumen memilih Kursi Kantor bekas dengan alasan kondisinya tidak jauh berbeda dengan kursi baru. Bahkan, selisih harganya bi- sa lebih murah 50 persen lebih dibandingkan dengan produk baru. Harga kursi bekas di Jalan Saharjo Rp 150.000-Rp 350.000 dengan masa pakai baru dua-tiga bulan. Kursi baru harganya bisa di atas Rp 700.000 per unit, tergantung model dan merek.
”Konsumen lebih memilih harga yang murah. Apalagi, saat ini di pusat perbelanjaan banyak dijual kursi baru dengan onderdil lokal dan tipis. Onderdil kursi bekas rata-rata buatan luar negeri, seperti Taiwan, sehingga jauh lebih kuat,” kata Helmi, yang biasa mengikuti lelang barang inventaris kantor hingga lima kali dalam sebulan.
Meski diperoleh dari kantor dengan cara lelang, kursi-kursi itu tidak langsung dijual apa adanya. Barang itu direparasi terlebih dahulu sebelum dijual. Sejumlah bagian yang rusak atau usang juga diganti baru. Cover kursi juga dilapisi plastik sebelum dijajakan. Kata Helmi, kondisi barang dibuat hampir sama dengan kursi yang baru atau sekitar 80 persen.
Ubah strategi
Islah, pemilik Toko Sinar Baru Mulia I, mengemukakan, kenaikan harga BBM telah berimbas pada usaha persewaan kantor. Saat ini harga sewa kantor kian mahal sehingga banyak perusahaan swasta skala kecil—yang tidak memiliki keuangan mencukupi—memilih pindah lokasi ke tempat yang lebih terjangkau. Tidak sedikit dari mereka yang kemudian menjual sebagian barang inventarisnya.
”Mereka berstrategi, lebih baik memboyong peralatan kantor ke rumah atau menyewa tempat yang lebih murah. Maklum, sebagian persewaan kantor menggunakan mata uang dollar AS,” katanya.
Karena itulah, lanjut dia, jumlah kursi yang masuk ke pedagang cukup banyak. Kursi itu jumlahnya bisa mencapai ratusan sekali datang.
Berbeda dengan Helmi yang mengalami kenaikan omzet, Islah justru mengaku penjualan pascakenaikan harga BBM sedikit lesu. Ini kemungkinan karena daya beli konsumen yang masih terfokus pada kebutuhan pokok. ”Meski demikian, saat ini 50 kursi dalam sebulan bisa laku terjual,” ujarnya.
Meningkatnya permintaan ternyata tidak dialami oleh semua barang. Lemari arsip dan meja, misalnya, permintaan masih jauh di bawah kursi. Salah satu pemilik toko di daerah itu mengeluh, barang dagangannya belum ada yang laku dalam satu bulan terakhir.
cetak.kompas.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar